Friday, July 06, 2012

6 Langkah Mendetoks Keuangan

Apakah Anda termasuk golongan berpenghasilan "lima koma", alias tanggal lima keuangan Anda sudah mengalami koma atau mati suri? Jangankan merencanakan liburan, investasi, atau menabung, membuat balance saldo antara pendapatan dan pengeluaran saja rasanya mustahil. Kalau sudah separah itu, ini adalah saatnya Anda melakukan "detoks keuangan".

Mulailah langkah ini dari sekarang agar keuangan Anda sehat dan bebaskan diri dari stres.

Kunci kebutuhan dasarPertama, siapkan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup tanpa mengorbankan kesehatan atau pekerjaan Anda. Hal ini termasuk mengisi tangki bensin, transpor, biaya sewa tempat tinggal, atau pengeluaran wajib rumah tangga. Jangan lupa uang makan, dari sarapan, makan siang, hingga makan malam, bila Anda termasuk pekerja dengan jam kerja panjang.

Simpan kartu kredit dan "cash" di rumah

Bawalah uang secukupnya di dompet, tinggalkan kartu kredit dan uang cash di rumah. Hal ini akan membantu Anda menjaga pengeluaran tetap pada budget yang sesuai dengan kemampuan Anda. Jadi, tak ada uang buat mampir membeli segelas kopi, latte, cokelat panas, dan godaan happy hour saat pulang kerja.

Jaga komitmenAkan sangat sulit bila secara alami Anda termasuk orang yang suka bersosialisasi. Selalu saja ada undangan kongko-kongko seusai kerja. Entah itu ngopi bareng teman hingga clubbing. Kalau itu yang terjadi, komitmen akan mudah runtuh, dan Anda kembali pada siklus pembelanjaan uang yang tak Anda butuhkan. Parahnya, uang yang dibelanjakan sebenarnya  Anda tak punya karena Anda membayar dengan kartu kredit.

Anda sebenarnya tak perlu hilang dari peredaran dan menyiksa diri sendiri. Cukup batasi jadwal bersosialisasi menjadi satu atau dua minggu sekali, atau paling tidak sebulan sekali. Atur jadwal sesuai kemampuan. Ingat, jujurlah pada diri sendiri! Tak perlu ada yang tahu (kecuali Anda sendiri) kalau Anda tak mampu makan malam di bistro atau restoran yang baru buka, yang rencananya akan dikunjungi teman-teman Anda pekan ini. Atau mulai melakukan sendiri perawatan kecantikan di rumah.

"Ingin" versus "butuh"

Tidak menghabiskan uang itu terbukti cukup sulit dan bisa dikatakan sebuah misi yang mustahil. Apalagi mal tumbuh menjamur, saat melewati etalase toko,  Anda pasti ingin melihat-lihat dan aksi ini berakhir dengan membeli. Sebelum Anda tergoda membeli, coba tarik napas dan pikirkan, "Apakah saya butuh ini?" Jika masih ingin membeli pikirkan lagi, "Apakah benar-benar mendesak hingga tak bisa ditunda?" Tenang saja, sepatu flat yang lucu itu memang tak akan ada lagi di toko saat Anda punya uang cash, tetapi akan selalu ada barang baru yang keluar dan jauh lebih up to date.

Kerjakan PR Anda

Ketika Anda menghabiskan waktu dengan tidak menghabiskan uang selama masa detoks, penting untuk tetap menyibukkan diri dan mengalihkan perhatian setiap saat.
Caranya, bikin daftar hal yang harus Anda kerjakan (kalau sudah memiliki to do list, saatnya kerjakan!). Misalnya, lemari pakaian yang perlu ditata ulang dan tidak sempat Anda lakukan karena terlalu sibuk bersosialisasi. Singkirkan barang-barang yang sudah tak dibutuhkan yang menumpuk di rumah. Pasti Anda sudah sumpek melihatnya, hanya saja tak pernah "sempat" Anda lakukan. Menata ulang tata letak perabot kamar. Membaca buku yang sudah Anda beli. Dan tentunya menikmati tayangan TV kabel yang tiap bulan Anda bayar tetapi tak pernah "sempat" Anda tonton.

Nah, sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukannya! Anda akan terkejut dengan banyaknya hal yang selama ini tak bisa Anda kerjakan, akhirnya terselesaikan.

Lacak dan hitung

Setiap kali Anda berkeinginan untuk menghabiskan uang untuk sesuatu yang Anda inginkan tetapi bukan kebutuhan, catat item dan harganya. Saat akhir minggu kalkulasikan, dan lihatlah jumlah yang berhasil Anda tabung. (Kompas.com)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Thursday, July 05, 2012

Kerja Paruh Waktu, Buang Gengsi Jauh-jauh!

idup di negeri orang saat menimba ilmu tentu bukan perkara gampang, terutama bagi mereka yang jauh dari dukungan finansial orang tua sehingga harus mandiri menghidupi diri sendiri.

Menambah uang saku dengan bekerja paruh waktu (part time) memang sebuah solusi, tetapi itu juga butuh kemauan tinggi dan kerja keras, bukan pekerjaan enteng.

"Saya mempunyai part time job sebagai waitress di Izakaya, semacam restoran kecil bergaya Jepang. Melalui part time job ini saya bisa belajar banyak hal, mulai dari memperlancar bahasa Jepang, belajar berkomunikasi, juga yang belajar etos kerja orang Jepang," ujar Yovita Lily, mahasiswi bidang studi Media, Culture, and Society di Retsumeikan Asia Pacific University (APU), Bepu, Jepang, kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2012).

Menurut dia, banyak manfaat ia dapatkan dengan mempelajari etos kerja orang Jepang yang sehari-hari ia temui, mulai soal disiplin waktu, ketahanan mental, ketelitian, memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen atau tamu, dan sebagainya. Selain itu, kata Lily, dengan mempunyai part time ini, dirinya bisa mengurangi beban orang tua dalam masalah ekonomi.

"Sebelum saya bekerja part time, saya mengambil 50.000 yen per bulan dari orang tua. Sekarang, saya mengambil 30.000 yen per bulan. Uang hasil part time ini biasa saya gunakan untuk biaya hidup," ujar Lily, bangga.

Buang gengsi

Menambah uang saku dengan bekerja paruh waktu (part time) memang sebuah solusi ketika harus hidup jauh dari orang tua demi tuntutan studi. Namun, hal itu membutuhkan kemauan tinggi dan kerja keras karena bekerja sebagai part timer bukan pekerjaan enteng.

Gengsi? Buang jauh-jauh!

Demikian menurut pengakuan Erica Marcella Dewi yang mengambil bidang studi International Transaction di jurusan Manajemen APU. Erica mengungkapkan, ada beberapa hal penting perlu diperhatikan menyangkut kerja paruh waktu.

Beberapa hal itu meliputi:

- Motivasi Bagi Erica, motivasi sangat berpengaruh dalam proses mencari part time job. Ia mengaku, motivasinya saat itu adalah keinginan untuk bisa mencukupi biaya hidupnya sendiri tanpa campur tangan orang tua.

"Saya melakukan part time job di tahun pertama sebagai orang yang bertugas untuk membersihkan setiap ruangan kelas, dan saya mampu membayar 50 persen dari biaya tempat tinggal (AP House). Di akhir tahun kedua, saya mulai mampu membiayai seluruh keperluan saya sendiri, dan hal ini membuat saya bersyukur dan bangga bahwa saya tidak membebani orang tua karena saya berasal dari keluarga menengah ke bawah," kata Erica.

Namun, ia mengaku, semangat dan dorongan orang tuanya juga sangat berpengaruh dalam dirinya.

- Keberanian

Di tahun kedua kuliah, Erica menuturkan, dirinya mulai giat mencari part time job. Setiap hari, ia selalu berpikir keras untuk mencari cara untuk mendapatkan kerja paruh waktu.

"Setiap melihat banner mengenai part time job, selalu saya telepon. Hingga akhirnya, berbekal bahasa Jepang yang standar, saya berhasil mendapatkan part time job di restoran," tutur Erica.Dari pekerjaan inilah, kata Erica, dirinya mampu membiayai semua keperluannya. Bahkan, ia mengaku mampu membayar uang kendaraan (tiket bus seharga 94.900 yen—setara Rp 11.080.524 per tahun) dari hasil menabung. "Sekarang menjadi kepala dapur," ucapnya.

- Tak mudah menyerah

Erica mengaku pernah mendapatkan pekerjaan sebagai chef atau juru masak di salah satu restoran. Pada saat itu, kemampuan bahasa Jepang yang dia miliki masih di bawah standar.

"Tapi, karena kesukaan saya di bidang memasak dan saya sangat ingin mampu untuk belajar masakan Jepang, saya memutuskan untuk menerima tawaran sebagai juru masak meskipun saat training saya sempat merasa putus asa karena bahasa yang belum memadai dan peraturan yang sangat ketat. Tapi di situlah mental saya mulai diuji," kata Erica.

Seiring berjalannya waktu, lanjut Erica, dirinya mampu untuk melewati semua masalah. Ia bahkan berhasil menyandang chef perempuan satu-satunya di restoran itu.

"Banyak hal positif saya dapatkan dari part time job. Hal-hal tersebut adalah kemampuan belajar cara berpikir yang matang, kedewasaan dalam kepribadian, belajar untuk mampu mengatur waktu dengan baik, serta mampu menambah uang saku. Dari situlah perlahan saya berusaha mampu menggapai cita-cita saya, yaitu membahagiakan orang tua saya, apa pun caranya, yang penting halal," ujarnya.

Kini, setelah melalui semua rintangan, Erica mengaku sangat menginspirasi banyak orang. Meskipun hanya pengalaman-pengalaman kecil, harap Erica, kisahnya bisa membawa manfaat yang baik bagi Indonesia.​
(Kompas.com)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Related Posts with Thumbnails