Orang bule, tidak selalu memiliki kemampuan lebih baik dari kita. Meski mereka dibayar lebih tinggi. Ada bule yang nggak bisa sama sekali. Ada bule bagus? Tentu. Yang bagus banget juga.
Jika bisa mendidik diri, kita nggak kalah bagus dari bule. Malah bisa lebih bagus dari mereka.
Masalahnya, kita sering inferior dihadapan mereka. Belum apa-apa sudah keder duluan. Padahal mungkin, kemampuan kita sepadan.
Kita juga sering mempermasalahkan timpangnya bayaran. Gak usah gitu. Mendingan fokus dengan urusan pengembangan diri.
Nggak usah mikirin 'diskriminasi'. Itu mah sudah menjadi perilaku global. Bangsa superior, menilai rendah kaum inferior. Makanya, kita tidak boleh menjadi bangsa yang inferior lagi.
Anda, boleh berharap presiden RI bisa membangun citra negeri yang berwibawa ke seantero dunia. Seperti Soekarno deh.
Tapi entah sampai sejauh mana presiden sekarang mampu membangun citra bangsa berwibawa itu.
Lagi pula, kita mesti membangun citra diri secara individu. Supaya punya nyali dan taji untuk memasuki kancah persaingan.
Setiap pribadi mesti memiliki kualitas, dignity, dan sikap mental kelas satu. Sehingga, bisa sejajar dengan bule-bule yang bagus. Meski masih dibayar lebih rendah; tapi soal kemampuan, kita nggak boleh kalah.
Kejadian di ring tinju kemarin bisa menjadi contoh. Kualitas Paquiao membuat hambar kemenangan 'bule' Mayweather. Meski pun dibayar lebih rendah, dan diganjar dengan angka minim; tapi mata awam dan profesional pun tahu, siapa yang bertinju dengan bagus dalam pertandingan itu.
Dikantor, mungkin Anda juga dibayar lebih rendah daripada bule. Tapi Anda bisa membuat semua orang sadar bahwa ternyata, Anda juga bagus banget. Karena faktanya, kita nggak kalah bagus dari bule.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
Author, Trainer, and Public Speaker
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.