Wednesday, May 17, 2006

PRAKTEK PEMBENTUKAN DIRI

PRAKTEK PEMBENTUKAN DIRI

Metode Carkhuff pada bagian terdahulu tulisan ini sangat membantu kita mengorganisasi sumber-sumber daya manusiawi kita. Pengorganisasian dapat dilakasanakan dengan proses belajar melalui tiga tahap: MENYELIDIKI DIRI, MENGERTI DIRI DAN MELANGKAH. Untuk mempermudah penyelidikan diri, kita perlu memiliki keterampilan menjawab diri. Untuk mempermudah mengerti diri, kita perlu memiliki keterampilan mempribadikan permasalahan dan mempribadikan tujuan. Untuk membantu melangkah, kita perlu memiliki keterampilan memulai. Kita perlukan pula evaluasi dari semua langkah itu. Itu semua kita laksanakan berdasarkan sikap dasar: EMPATI, OTENTIK, RESPEK, KONFRONTASI dan PERWUJUDAN DIRI. Dan yang tidak boleh dilupakan ialah bahwa semua ini harus kita laksanakan dalam semangat doa, terus-menerus memohon rahmat Allah. Sebab betapapun sempurnanya metode itu dilaksanakan, namun tanpa rahmat Allah juga tak akan mendewasakan.

Tahap I: Tahap menyelidikidiri dan keterampilan menjawab diri

a. Pengertian
Tahap pertama proses belajar pembentukan diri adalah menyelidiki diri kita dimana kedudukan kita dalam dunia kita. Ini berarti kita berusaha mengenal keadaan kita yang obyektif, apa adanya, apa yang sesungguhnya.

Kita masuk ke dalam daerah pribadi kita yang kurang lebih kabur bagi kita. Di situ kita dapat memperjelas persoalan-persoalan kita, mencanangkan kembali arah tujuan kita yang sudah hilang, menghubungkan kembali pengalaman-pengalaman kita. Dengan demikian kita dapat menemukan kembali kesatuan dalam diri kita yang menjadi daya untuk menerima pendewasaan dari Allah.

b. Pelaksanaan

Untuk memperlancar penyelidikan diri, kita menggunakan kecakanapan menjadab diri yaitu kita bertanya kepada diri kita dan berusaha menjawabnya. Bagaimana hal ini kita laksanakan?

Kita masuk ke dalam diri kita dengan mengenali perasaan-perasaan yang ada dalam diri kita serta alasan-alasan munculnya perasaan-perasaan itu. Kita bertanya kepada diri kita: “Apa yang saya rasakan sekarang ini? Dan apa sebabnya saya merasakan itu?” Kita menjawab apa adanya misalnya: “saya merasa iri pada teman-teman saya karena dia mendapat nilai baik sedangkan saya tidak”. “Saya merasa gelisah, murung, kecewa karena saya tidak lulus dalam kursus bahasa Perancis”. “Saya kecewa karena keluarga saya miskin dan orang tua tidak dapat membelikan sepeda motor untuk saya”. “Saya merasa penuh syukur karena saya diberikan anugerah iman yang besar”, dan seterusnya. Kita menjawab diri apa adanya dan semua perasaan beserta alasan-alasannya itu dengan nama-nama yang jelas dan tepat.
Untuk memperlancar pengenalan terhadap perasasn-perasaan serta alasan-alasannya dibutuhkan sikap empati dan respek. Bila seseorang mempunyai persoalan, kemudian orang itu mengemukakan persoalannya itu kepada orang lain yang mau mendengarkan penuh pengertian, empati, respek, maka orang itu akan semakin didorong untuk semakin mengungkapkan apa yang dirasakannya. Demikian pula diri kita. Bila kita mendengarkan apa yang dirasakan maka kita akan semakin didorong untuk semakin dalam mengungkapkan apa yang kita rasakan.

Mari kita ikuti contoh ini. Ali selalu merasa kecewa, malas dan tidak bersemangat dalam hidupnya. Ia ingin mengenal keadaan dirinya yang sesungguhnya. Ia mulai mengambil langkah pertama dengan menjawab diri. Ia bertanya pada dirinya. “Apa yang saya rasakan dan mengapa?” Ia menjawab, “Saya merasa kecewa, malas dan tidak bersemangat, karena tidak diterima di Universitas Indonesia”. Ia menerima ungkapan perasaan dirinya itu dengan penuh pengertian, empati dan respek maka ia didorong untuk menjawab diri lebih dalam lagi. “Saya mengikuti pelajaran dan kursus tidak bersemangat; saya lebih suka menyendiri; persahabatan dengan tema-teman mulai kuang hangat; iman menjadi goyah karena kecewa terhadap Tuhan.

No comments:

Related Posts with Thumbnails