Wednesday, May 03, 2006

LANDASAN TEOLOGIS TENTANG RELASI

LANDASAN TEOLOGIS TENTANG RELASI

Sejak lahir, manusia adalah insan fana yang tidak pernah merasa lengkap maka ia selalu meraih sesuatu di luar dirinya lewat relasi dengan orang-orang lain. Jika ditinjau dari sudut pandang kehidupan interpersonal, kehidupan religius merupakan suatu pencarian relasi dengan yang ilahi. Perjumpaan antara manusia dengan manusia lain yang hidup dalam Tuhan, dalam suatu perjumpaan religius akan meningkatkan nilai hidup individualnya, serta memperluas makna dirinya di tengah kehidupan.

Berikut ini ada empat pokok pikiran tentang relasi dalam proses tumbuh kembang individu manusia. Pertama, Tuhan menciptakan manusia untuk suatu relasi kemanusiaan maupun relasi ilahi. Kedua, teladan para nabi merupakan teladan terbaik relasi kemanusiaan dan relasi ilahi. Ketiga, kebutuhan akan interaksi personal dan keraguan terhadap makna dan peran relasi dengan Tuhan demi kebahagiaan hidupnya. Keempat, Tuhan mengejawantahkan suatu relasi dengan manusia lewat pertolongan manusia lain.

(1) Tuhan menciptakan manusia untuk suatu relasi kemanusiaan maupun relasi ilahi.
Tuhan menciptakan manusia yang memiliki kapasitas untuk menggalang relasi kasat mata dengan orang lain, sekaligus kapasitas untuk menggalang relasi tidak kasat mata dengan diriNya. Semua orang memiliki kebebasan yang dianugerahkan Tuhan untuk memilih berelasi atau tidak dengan Tuhan dan orang lain. Ciri pokok relasi ditawarkan Tuhan kepada manusia adalah relasi rahmat.

Tujuan teologi relasi adalah menyadarkan manusia tentang relasinya dengan Tuhan sebagai Pencipta alam semesta raya. Tiada suatu bagian pun dari kehidupan yang berada di luar jangkauan relasi dengan Tuhan sebagai Pencipta alam semesta raya. Pada perspektif demikian, teologi tentang relasi memandang kehidupan sebagai suatu proses peraihan identitas yang menyangga dan menggerakkan manusia menuju pemenuhan diri paripurna. Tujuan akhir dari relasi yang benar adalah peraihan kehendak Tuhan di tengah kehidupan riil sehari-hari.

(2) Teladan para nabi mencerminkan teladan terbaik relasi kemanusiaan dan relasi ilahi.
Para Nabi, Guru, Rasul atau pendiri agama seperti Yesus Kristus, Sidharta Gautama, Nabi Muhammad SAW dan para pendiri agama lainnya telah menghadirkan teladan terbaik perwujudnyataan relasi paling bermakna dengan Tuhan dan sesama. Mereka mengekspresikan teologi tentang relasi dengan mendukung para pengikutnya untuk mempraktekkan kebenaran yang dibeberkan di tengah kehidupan sehari-hari.

(3) Kebutuhan akan interaksi personal dan keraguan terhadap makna dan peran relasi dengan Tuhan demi kebahagiaan hidupnya
Banyak orang mencoba mengekspresikan keunikan diri masing-masing dengan berbagai cara. Tidak sedikit orang ingin memisahkan diri dari orang-orang lain karena ternyata mereka menuai berbagai masalah justru dalam kedekatan mereka dengan orang-orang lain. Perlukaan emosional tidak jarang terjadi lewat interaksi antar insan.

Kendati demikian, manusia mengakui adanya kebutuhan akan relasi. Sejarah membuktikan betapa individu menjalani kehidupan di tengah keluarga, di tengah suku, di tengah komunitas. Justru pengakuan atas adanya kebutuhan akan relasi atau kebutuhan untuk hidup bermasyarakat ini melandasi pemikiran tentang hukuman pengasingan yang dijatuhkan untuk orang-orang yang melanggar hukum. Memang individu berada dalam medan tarik-menarik simultan atara separasi (pemisahan) dan relasi (kebersamaan).

Manusia tidak jarang mengingkari peran relasi ilahi dalam memenuhi kekosonga-kekosongan di tengah kehidupannya. Konflik-konflik yang terjadi dalam relasi antarinsan, konflik internal yang terjadi karena kesalahan masa lampau atau karena problem yang berkaitan dengan tujuan di masa depan, bisa senantiasa memurukkan manusia. Dalam keadaan demikian, tidak sedikit manusia justru mencari justifikasi dalam dirinya sendiri. Namun ketika dia menyadari betapa justifikasi diri tidak lagi bisa memenuhi kekosongan-kekosongan yang ia hayati, dia mengembangkan ketergantungan dengan orang-orang lain, mencari manusia penyelamat di tengah keberadaan orang tua, kelompok teman sebaya, kelompok teman sejawat dan paguyuban.

(4) Tuhan mengejawantahkan suatu relasi dengan manusia lewat pertolongan manusia lain.
Tuhan memakai manusia yang berelasi dengan sesamanya sebagai jalan untuk pengungkapan diriNya. Memang manusia bisa mencari perjumpaan ilahi dengan suatu cara langsung nan vertikal. Namun pada perspektif lebih relasitik, relasi antarmanusia acapkali terbukti merupakan saluran yang memungkinkan seseorang menerima kesan-kesan dan konsep-konsep tentang yang tidak kasat mata dan yang transenden. Interaksi kemanusiaan acapkali justru hadir lebih dahulu, kemudian disusul kehadiran pengalaman relasi ilahi yang dipersepsi lewat tataran kemanusiaan.

Percakapan antarinsan yang sukses mencakup akseptasi keberbedaan (otherness) sekaligus kebersamaan (togetherness). Dalam relasi aktif, manusia berpartisipasi dalam suatu kemitraan dengan individu lain. Maka pemenuhan psikologis dan religius tidak hanya terjadi pada salah satu insan, melainkan kedua insan sekaligus. Pemenuhan tersebut terjadi dalam dialog. Yaitu pengalaman kebersamaan lewat aktivitas wicara. Dalam dialog yang asali, orang-orang berkomunikasi secara terbuka, jujur dan menyumbangkan bagian dari kehidupan rohaninya. Gambaran demikian merupakan bentuk pertolongan Tuhan dalam menumbuhkembangkan manusia lewat manusia lainnya.


Sumber: dari bahan-bahan kuliah Konseling, Limas Sutanto, Dosen STFT Widya Sanana Malang.

No comments:

Related Posts with Thumbnails